KOTA SERANG – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menyoroti politik uang sebagai salah satu dari lima isu utama kerawanan pemilu. Praktik ini diduga terjadi jauh sebelum masa kampanye, bahkan pada tahap pencalonan pasangan calon kepala daerah.
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Kaka Suminta, mengimbau semua pihak untuk mewaspadai potensi politik uang dalam Pilkada. “Kita harus waspadai soal politik uang,” tegasnya pada Rabu (12/6/2024).
Kaka memaparkan berbagai modus politik uang, salah satunya adalah memberikan ‘mahar’ kepada partai politik untuk mendapatkan rekomendasi. Hal ini juga berlaku bagi calon independen yang seringkali harus menggunakan partai politik sebagai kendaraan politik karena keterbatasan kesempatan maju secara mandiri. “Kesempatan calon independen yang maju di pilkada masih terbatas karena itu harus menggunakan kendaraan partai politik,” jelasnya.
Kaka juga menekankan pentingnya verifikasi administrasi yang ketat bagi calon independen. “Kalau pasangan bakal calon bupati dan wakil bupati independen tak lolos verifikasi administrasi maka jangan diberikan ruang menimbulkan kerusakan demokrasi,” ujarnya.
Fenomena calon independen turut meramaikan Pilkada 2024, dan KIPP mengingatkan pentingnya pengawasan dari KPU RI untuk mencegah politik uang. “Agar tidak terjadinya dugaan lobi-lobi untuk meloloskan, maka harus ada pengawasan dari KPU Pusat,” tambahnya.
Sekretaris Jenderal Komite Anti Korupsi Indonesia, M. Firman, juga menyoroti potensi politik uang dalam proses pencalonan kepala daerah. “KPK, Polisi, dan Kejaksaan harus ikut mengawasi adanya dugaan politik uang di pilkada serentak,” katanya.
Pengamat politik dari Universitas Mulawarman (Unmul), Budiman, menambahkan bahwa pemimpin yang maju di pilkada harus transparan dan bebas dari politik uang. “Harus transparan dan bebas dari politik uang,” pungkasnya.