JAKARTA – Anggota Komisi II Guspardi Pardi mengatakan bahwa pelaksanaan pemilu 2024 dibanding pemilu 2019 dinamikanya sangat banyak dan catatan dari berbagai elemen Masyarakat banyak terjadinya dugaan kecurangan yang menimbulkan kontroversi dan spekulasi tentang integritas dan netralitas penyelenggara pemilu dalam pemilu serentak 14 Februari 2024 lalu.
“Banyak pendapat yang berkembang tentang pelaksanaan pemilu 2024 ini dikatakan sebagai pemilu yang paling buruk dari sisi administratif dan banyaknya dugaan kecurangan. Semuanya itu menjadi PR bersama untuk diselesaikan,” ujar Guspardi dalam dialog dengan tema ‘Merawat Silaturahmi Pasca Pemilu’ yang diselenggarakan oleh TVRI.
Kami di komisi II dalam menjalankan fungsi pengawasan, tentu akan menanyakan kepada penyelenggara pemilu terkait berbagai saran dan masukan yang disampaikan elemen Masyarakat. Mulai dari dugaan ketidaknetralan ASN sampai keberpihakan, TNI dan Polri, penggalangan opini oleh aparat desa mendukung salah satu paslon, masih maraknya money politik yang bahkan diduga kian mengkhawatirkan dan lain sebagainya. Juga tentang aplikasi Sirekap yang ternyata banyak menimbulkan masalah sampai dihentikan penayangannya, Padahal dana yang dialokasikan dari APBN untuk Si Rekap ini tidaklah sedikit.
”Itu semua akan kita evaluasi dan dilakukan pendalam saat rapat kerja di komisi II bersama penyelenggara pemilu dan pemerintah,” ujar Politisi PAN ini.
Legislator asal Sumatera Barat itupun menggarisbawahi rangkaian proses pemilu yang diduga banyaknya terjadi kecurangan, saat ini menjadi ranahnya Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menilai apa yang disampaikan oleh para pihak dalam gugatannya dalam sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Itu baru bagian pertama, karena berikutnya ada lagi PHPU yang akan digelar oleh MK terkait pelaksanaan pemilu legislatif (Pileg) mulai DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR RI dan DPD RI. Itu semua merupakan hak konstitusi yang harus kita hormati bersama.
“Berbagai kelemahan dan pelanggaran yang terjadi mesti menjadi momentum perbaikan dari berbagai segi dalam penyelenggaraan pemilu. Bagaimanapun pemilu ini merupakan agenda rutin lima tahunan yang seharusnya makin lama makin baik dari segala sisi. Pada prinsipnya harus ada komitmen semua pihak agar pelaksanaan pemilu dapat terlaksana secara jujur, adil dan bermartabat sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku,” ulas Pak Gaus ini.
“Oleh karena itu, terhadap masih compang campingnya pelaksanaan pemilu 2024 kita tetap tidak bisa mentolerir berbagai pelanggaran dan kesalahan yang dilakukan. Itu semua harus menjadi catatan dan perhatian untuk perbaikan kedepannya,” terang Guspardi.
Sebagai informasi, saat ini harapan masyarakat ditumpangkan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan membacakan keputusannya pada tanggal 22 April mendatang. Masyarakat akan dapat menilai pertimbangan hukum yang kokoh, dirangkai sebagai sebuah Keputusan hukum yang dibuat MK berdasarkan alat bukti dan fakta-fakta di persidangan, diharapkan dapat menjadi penetralisir terhadap kontroversi dan spekulasi yang berkembang di tengah masyarakat.
Namun begitu, catatan pentingnya, manakala sudah ada keputusan dari MK, maka semua pihak harus dapat menerima apapun yang diputuskan.
“Janganlah pelaksanaan pemilu ini membuat anak bangsa tercabik-cabik. Persatuan dan kesatuan dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia harus tetap menjadi semangat bersama menjaga dan merawat silaturahmi pasca pelaksanaan pemilu 2024 lalu”, pungkas anggota Baleg DPR RI tersebut.